Jakarta – Anggota Komisi IX Bidang Kesehatan DPR Herlini Amran mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) kemarin (17/9) yang menyatakan mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Prita Mulyasari yang dipidana karena menulis keluhan terhadap layanan di Rumah Sakit Omni Internasional tiga tahun lalu. Dia dinyatakan bebas dari hukuman percobaan enam bulan penjara.
“Secara pribadi saya sangat gembira dan mengapresiasi kemenangan Bu Prita menuntut keadilan ke MA sekaligus merobohkan tembok arogansi pengelola rumah sakit bermodal besar. Bagi saya, Bu Prita adalah sosok teladan bangsa ini, utamanya bagi masyarakat kecil yang kerap dianaktirikan ketika mengkses pelayanan kesehatan,” Kata Anggota Komisi Kesehatan DPR Herlini Amran di Komplek DPR, Selasa (18/09).
Legislator PKS menurturkan, Penting untuk mengambil hikmah atas perjuangan Bu Prita selama ini. Bahwa setiap tenaga kesehatan harus memenuhi hak-hak pasien untuk mendapatkan informasi akurat seputar kesehatannya, sebelum melakukan intervensi apapun. Bahkan tenaga kesehatan bertanggungjawab atas terlaksananya pendidikan kesehatan (Penkes) hingga pasien kembali ke rumahnya. Ini adalah Hak Perlindungan Pasien yang diamanahkan UU Kesehatan di negara kita. “Coba implementasikan pasal 56 payung hukum tersebut di setiap fasilitas kesehatan. Saya yakin angka kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan pasti meningkat,” ujarnya.
Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pun menyatakan a. bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajatkesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya; b. bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanankesehatan bagi masyarakat dengan karateristiktersendiri yang dipengaruhi oleh perkembanganilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi,dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yangharus tetap mampu meningkatkan pelayanan yanglebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agarterwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya;
Herlini mengatakan, Sebaliknya jika tenaga kesehatan tidak profesional dan pengelola fasilitas kesehatan abai terhadap hak-hak pasien, maka sengketa yang serupa dengan Kasus Bu Prita akan terus terjadi dimana-mana. Misal kasus terbaru di Jawa Timur, ada pasien menuntut ganti rugi karena kakinya diamputasi, dan dia merasa tidak diberikan informasi yang utuh oleh tenaga kesehatan disana. “kasus itu tidak perlu terjadi jika semua pihak mematuhi hak-hak perlindungan bagi pasien. Salah paham antara pasien dan pihak rumah sakit dapat diminimalisir, tidak perlu melebar ke kasus-kasus malpraktik,” tuturnya
Herlini juga menghimbau kepada jajaran Kemenkes terkait dan para pengelola fasilitas kesehatan swasta untuk meningkatkanaspek humanisme tenaga kesehatan manakala melayani pasien. “Pastikan bahawa para tenaga kesehatan tersebut memiliki kompentensi ‘Komunikasi Terapeutik’ yang terstandar dan cakap memberikan penkes,” katanya.
Terkait kedua hal tersebut, Herlini kecewa terhadap kinerja Kemenkes dalam hal membina para tenaga kesehatan. “Saya masih sering menerima laporan: ada Dokter Keluarga yang menganaktirikan pasien Askes, perawat yang tega menolak pasien Jamkesmas, dan keluhan para pasien yang diperlakukan seperti robot oleh tenaga kesehatan. Memang penyebabnya multi faktor. Mungkin karena insentif dokter untuk jasa pelayanan Jamkesmas sangat rendah, mungkin karena pihak rumah sakit kerap kesulitan mencairkan klaim Jamkesmas/Jampersal, mungkin juga karena kesejahteraan perawat minimalis sehingga kurang humanis, atau mungkin pembinaan tenaga kesehatan tersebut hanya aspek kognitifnya saja,” ungkapnya.
Terakhir, Anggota DPR asal Wilayah pemilihan Kepulauan Riau ini memandang kemenangan Bu Prita ini adalah pintu pemenuhan hak-hak dan perlindungan pasien di Indonesia. “Apa lagi, jelang 2014 nanti Indonesia akan memberlakukan Jaminan Kesehatan yang berlaku untuk seluruh rakyat. Bukan rahasia lagi, jika pasien-pasien Jamkesmas/Jampersal sering diperlakukan sebagai pasien strata non-prioritas oleh tenaga kesehatan atau pengelola rumah sakit. Bayangkan nanti akan ada pasien BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) hingga 100 jutaan. Apakah mereka masih akan diperlakukan seperti pasien Jamkesmas/Jampersal sekarang? Tentu paradigmanya harus segera dirubah. Karenanya, saya menuntut Kemenkes agar lebih profesional dalam melakukan pengadaan ribuan tenaga kesehatan penunjang pelayanan BPJS Kesehatan kelak. Pastikan mereka terbina sebagai tenaga kesehatan yang profesional, humanis, dan mengedepankan hak-hak pasien,” pungkasnya.
“Secara pribadi saya sangat gembira dan mengapresiasi kemenangan Bu Prita menuntut keadilan ke MA sekaligus merobohkan tembok arogansi pengelola rumah sakit bermodal besar. Bagi saya, Bu Prita adalah sosok teladan bangsa ini, utamanya bagi masyarakat kecil yang kerap dianaktirikan ketika mengkses pelayanan kesehatan,” Kata Anggota Komisi Kesehatan DPR Herlini Amran di Komplek DPR, Selasa (18/09).
Legislator PKS menurturkan, Penting untuk mengambil hikmah atas perjuangan Bu Prita selama ini. Bahwa setiap tenaga kesehatan harus memenuhi hak-hak pasien untuk mendapatkan informasi akurat seputar kesehatannya, sebelum melakukan intervensi apapun. Bahkan tenaga kesehatan bertanggungjawab atas terlaksananya pendidikan kesehatan (Penkes) hingga pasien kembali ke rumahnya. Ini adalah Hak Perlindungan Pasien yang diamanahkan UU Kesehatan di negara kita. “Coba implementasikan pasal 56 payung hukum tersebut di setiap fasilitas kesehatan. Saya yakin angka kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan pasti meningkat,” ujarnya.
Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pun menyatakan a. bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajatkesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya; b. bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanankesehatan bagi masyarakat dengan karateristiktersendiri yang dipengaruhi oleh perkembanganilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi,dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yangharus tetap mampu meningkatkan pelayanan yanglebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agarterwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya;
Herlini mengatakan, Sebaliknya jika tenaga kesehatan tidak profesional dan pengelola fasilitas kesehatan abai terhadap hak-hak pasien, maka sengketa yang serupa dengan Kasus Bu Prita akan terus terjadi dimana-mana. Misal kasus terbaru di Jawa Timur, ada pasien menuntut ganti rugi karena kakinya diamputasi, dan dia merasa tidak diberikan informasi yang utuh oleh tenaga kesehatan disana. “kasus itu tidak perlu terjadi jika semua pihak mematuhi hak-hak perlindungan bagi pasien. Salah paham antara pasien dan pihak rumah sakit dapat diminimalisir, tidak perlu melebar ke kasus-kasus malpraktik,” tuturnya
Herlini juga menghimbau kepada jajaran Kemenkes terkait dan para pengelola fasilitas kesehatan swasta untuk meningkatkanaspek humanisme tenaga kesehatan manakala melayani pasien. “Pastikan bahawa para tenaga kesehatan tersebut memiliki kompentensi ‘Komunikasi Terapeutik’ yang terstandar dan cakap memberikan penkes,” katanya.
Terkait kedua hal tersebut, Herlini kecewa terhadap kinerja Kemenkes dalam hal membina para tenaga kesehatan. “Saya masih sering menerima laporan: ada Dokter Keluarga yang menganaktirikan pasien Askes, perawat yang tega menolak pasien Jamkesmas, dan keluhan para pasien yang diperlakukan seperti robot oleh tenaga kesehatan. Memang penyebabnya multi faktor. Mungkin karena insentif dokter untuk jasa pelayanan Jamkesmas sangat rendah, mungkin karena pihak rumah sakit kerap kesulitan mencairkan klaim Jamkesmas/Jampersal, mungkin juga karena kesejahteraan perawat minimalis sehingga kurang humanis, atau mungkin pembinaan tenaga kesehatan tersebut hanya aspek kognitifnya saja,” ungkapnya.
Terakhir, Anggota DPR asal Wilayah pemilihan Kepulauan Riau ini memandang kemenangan Bu Prita ini adalah pintu pemenuhan hak-hak dan perlindungan pasien di Indonesia. “Apa lagi, jelang 2014 nanti Indonesia akan memberlakukan Jaminan Kesehatan yang berlaku untuk seluruh rakyat. Bukan rahasia lagi, jika pasien-pasien Jamkesmas/Jampersal sering diperlakukan sebagai pasien strata non-prioritas oleh tenaga kesehatan atau pengelola rumah sakit. Bayangkan nanti akan ada pasien BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) hingga 100 jutaan. Apakah mereka masih akan diperlakukan seperti pasien Jamkesmas/Jampersal sekarang? Tentu paradigmanya harus segera dirubah. Karenanya, saya menuntut Kemenkes agar lebih profesional dalam melakukan pengadaan ribuan tenaga kesehatan penunjang pelayanan BPJS Kesehatan kelak. Pastikan mereka terbina sebagai tenaga kesehatan yang profesional, humanis, dan mengedepankan hak-hak pasien,” pungkasnya.
___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar