by roni sewiko*
Saya sudah menganggapnya seperti kakak. Orangnya Cheerful, wajahnya cerah dan menyenangkan bila mendengar obrolannya. Namun ternyata, manusia Sanguin seperti ini pun tak lama akan berwajah kusut karena mengimbangi pekerjaan atasannya.
Ya, ia adalah seorang ajudan dari Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat kini.
Bila sudah kusut begitu, memancing mood dengan mengobrol selalu masuk kategori solusi.
Ada satu cerita darinya yang selalu saya kenang hingga sekarang. Mengimajinasikan cerita satu itu mengajak saya untuk lebih sabar belajar tawadhu.
---
Pada April 2008, halaman tempat itu sudah disesaki wartawan. Ya, gedung DPRD Kabupaten Majalengka berdasar jadwal KPU Jabar mendapat jatah untuk jadi saksi Pesta Demokrasi.
Hari itu, 3 pasangan cagub dan cawagub mantap sudah menyiapkan diri di ruangan. Mereka akan memaparkan pandangan dan rencana ke depan untuk Jabar.
Disanalah kakak saya ini berada juga. Saat itu, ia masih berstatus sebagai ajudan dari Bupati Majalengka yang menjabat.
Yang dituturkannya kemudian kurang lebih adalah seperti ini:
Sesuai nomor urut, setiap pasangan akan maju dan berbicara di depan Rakyat Majalengka.
Saat pasangan nomor 1 maju, suasana ruangan mendadak riuh. Sang Incumbent yang kuat menempel berbalap dengan calon nomor 2 ini rupanya didukung massa yang banyak. Iapun menyampaikan visi misi dengan tetap diiringi sorak sorai massa-nya.
Beralih pada giliran berikutnya. Sang Nomor 2 yang merajai Polling ini tak kalah mendapat iring dukungan massa yang kuat. Ruangan ramai kembali. Mantan Menteri yang menggaet tokoh NU yang bermassa banyak di Jabar ini punya pengaruh kuat. Sekali lagi, serangkaian kalimat visi sera misi-misi membangun Jabar telah sampai ke telinga Publik.
Sebelum lanjut cerita, kakak satu ini menerawang sesaat sambil tersenyum.
Lalu pasangan terkahir pun naik.
Berbeda dengan sebelumnya, sama sekali tak ada keriuhan. Namun tepuk tangan dari sedikit pendukung dan tim suksesnya cukup melegakan. Setidaknya, ini menegaskan bahwa mereka tak kan sekedar jadi penggembira di Pesta Demokrasi rakyat Jabar ini. Masih ada sekelompok orang yang punya mimpi dan bersungguh-sungguh dengan mimpinya.
Saat keduanya naik, semua orang akan langsung mengenali. Namun bukan sosok sang Cagub, tapi justru sang cawagub. Ya, siapa pula tak mengenal aktor laga berwajah tampan ini? Tapi yang satunya? si Cagub? siapa dia? orang-orang baru tahu, baru melihat bahkan.
Orang yang menceritakan ini pada saya, selalu mengulang-ulang bagian berikut ini dengan lebih dramatis.
"Kalau yang lain membacakan visi misinya di selembar kertas tebal khusus dan ber-map khusus pula, tapi yang ini tidak."
"Percaya atau nggak, pak Heryawan cuma membawa secarik kertas kecil.Tak ada map, apalagi kertas tebal!"
---
Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, namun itulah realitasnya. Pandangan dan Misi-misi dari secarik kertas kecilnya itu telah mengantarnya meraih hingga genap 70 penghargaan pada 11 September 2012.
Visi, maupun misi, adalah buah pikir dan mimpi-mimpi panjang seorang pejuang. Bukan hiasan pena kolektif dari tim protokol.
Begitulah cerita dari orang yang kini jadi ajudannya itu. Kisah yang tak mungkin dusta sebab disampaikan dari mulut orang yang melihatnya terus semenjak pemilihan hingga kini.
Oia, ada satu lagi. Menulis di secarik kertas itu ternyata bukan rekaan dan celah pencitraan. Hingga kini, jika suatu saat pembaca berkesempatan mengikuti acara yang didatanginya, perhatikan saat-saat sebelum ia naik mimbar untuk memberi sambutan.
Ia, selalu menulis ulang apa yang akan ia sampaikan. Lembar sambutan yang rapi tersusun dari protokoler biasanya tak banyak ia baca. Namun begitulah seharusnya. Sebab, buah pikir dari hati, akan sampai tak hanya di telinga, namun juga ke hati.
Ya, ia adalah seorang ajudan dari Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat kini.
Bila sudah kusut begitu, memancing mood dengan mengobrol selalu masuk kategori solusi.
Ada satu cerita darinya yang selalu saya kenang hingga sekarang. Mengimajinasikan cerita satu itu mengajak saya untuk lebih sabar belajar tawadhu.
---
Pada April 2008, halaman tempat itu sudah disesaki wartawan. Ya, gedung DPRD Kabupaten Majalengka berdasar jadwal KPU Jabar mendapat jatah untuk jadi saksi Pesta Demokrasi.
Hari itu, 3 pasangan cagub dan cawagub mantap sudah menyiapkan diri di ruangan. Mereka akan memaparkan pandangan dan rencana ke depan untuk Jabar.
Disanalah kakak saya ini berada juga. Saat itu, ia masih berstatus sebagai ajudan dari Bupati Majalengka yang menjabat.
Yang dituturkannya kemudian kurang lebih adalah seperti ini:
Sesuai nomor urut, setiap pasangan akan maju dan berbicara di depan Rakyat Majalengka.
Saat pasangan nomor 1 maju, suasana ruangan mendadak riuh. Sang Incumbent yang kuat menempel berbalap dengan calon nomor 2 ini rupanya didukung massa yang banyak. Iapun menyampaikan visi misi dengan tetap diiringi sorak sorai massa-nya.
Beralih pada giliran berikutnya. Sang Nomor 2 yang merajai Polling ini tak kalah mendapat iring dukungan massa yang kuat. Ruangan ramai kembali. Mantan Menteri yang menggaet tokoh NU yang bermassa banyak di Jabar ini punya pengaruh kuat. Sekali lagi, serangkaian kalimat visi sera misi-misi membangun Jabar telah sampai ke telinga Publik.
Sebelum lanjut cerita, kakak satu ini menerawang sesaat sambil tersenyum.
Lalu pasangan terkahir pun naik.
Berbeda dengan sebelumnya, sama sekali tak ada keriuhan. Namun tepuk tangan dari sedikit pendukung dan tim suksesnya cukup melegakan. Setidaknya, ini menegaskan bahwa mereka tak kan sekedar jadi penggembira di Pesta Demokrasi rakyat Jabar ini. Masih ada sekelompok orang yang punya mimpi dan bersungguh-sungguh dengan mimpinya.
Saat keduanya naik, semua orang akan langsung mengenali. Namun bukan sosok sang Cagub, tapi justru sang cawagub. Ya, siapa pula tak mengenal aktor laga berwajah tampan ini? Tapi yang satunya? si Cagub? siapa dia? orang-orang baru tahu, baru melihat bahkan.
Orang yang menceritakan ini pada saya, selalu mengulang-ulang bagian berikut ini dengan lebih dramatis.
"Kalau yang lain membacakan visi misinya di selembar kertas tebal khusus dan ber-map khusus pula, tapi yang ini tidak."
"Percaya atau nggak, pak Heryawan cuma membawa secarik kertas kecil.Tak ada map, apalagi kertas tebal!"
---
Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, namun itulah realitasnya. Pandangan dan Misi-misi dari secarik kertas kecilnya itu telah mengantarnya meraih hingga genap 70 penghargaan pada 11 September 2012.
Visi, maupun misi, adalah buah pikir dan mimpi-mimpi panjang seorang pejuang. Bukan hiasan pena kolektif dari tim protokol.
Begitulah cerita dari orang yang kini jadi ajudannya itu. Kisah yang tak mungkin dusta sebab disampaikan dari mulut orang yang melihatnya terus semenjak pemilihan hingga kini.
Oia, ada satu lagi. Menulis di secarik kertas itu ternyata bukan rekaan dan celah pencitraan. Hingga kini, jika suatu saat pembaca berkesempatan mengikuti acara yang didatanginya, perhatikan saat-saat sebelum ia naik mimbar untuk memberi sambutan.
Ia, selalu menulis ulang apa yang akan ia sampaikan. Lembar sambutan yang rapi tersusun dari protokoler biasanya tak banyak ia baca. Namun begitulah seharusnya. Sebab, buah pikir dari hati, akan sampai tak hanya di telinga, namun juga ke hati.
Allahua'lam bish shawab
*http://mataronis.blogspot.com/2012/09/realitas-dibalik-secarik-kertas.html
___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar