Oleh Cahyadi Takariawan
Fiqih Dakwah dalam Al Qur’an
Dalam organisasi dakwah, salah satu karakter yang selalu dibangun dan ditumbuhkan adalah kebersamaan dalam ‘amal jama’i. Ada qiyadah dakwah yang memberikan arahan, instruksi, mengkoordinasikan serta mengkonsolidasikan amal jama’i agar bisa berjalan lurus dan efektif. Ada aktivis dakwah yang bekerja di bidang tugas masing-masing sesuai arahan dan pembagian tugas dari qiyadah serta penataan organisasi.
Kendati ada instruksi qiyadah dan ketaatan aktivis dakwah, namun Al Qur’an mengarahkan pentingnya kejelasan dalam segala sesuatu. Penting bagi organisasi dakwah untuk membudayakan sikap kritis dan membiasakan munculnya hujjah atau argumen di kalangan aktivis, agar dalam melaksanakan tugas selalu berdasarkan ilmu pengetahuan dan kejelasan. Bukan melaksanakan tugas dakwah semata-mata karena ketaatan yang tidak dilandasi oleh ilmu, pemahaman dan kejelasan.
Allah Ta’ala telah berfirman tentang kisah Nabiyullah Ibrahim as yang bersifat kritis dan berani menampilkan hujjah untuk mendapatkan kejelasan.
“Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak” (QS. Hud : 74 – 76).
Beberapa pelajaran Fiqih Dakwah yang bisa diambil dari rangkaian ayat tersebut adalah :
1. Pentingnya hujjah bagi aktivis dakwah
Dakwah bukanlah indoktrinasi, namun penyadaran, demikianlah salah satu kaidah dalam dakwah. Oleh karena bukan proses indoktrinasi, maka para aktivis dakwah harus menjadi cerdas dan memiliki hujjah (argumen, pandangan) yang kuat untuk bekal dalam melaksanakan dakwah di tengah kehidupan masyarakat. Dakwah akan lebih mudah diterima dan dicerna, apabila disertai dengan argumen yang kuat.
Penting bagi Nabi Ibrahim As untuk mendapatkan kejelasan tentang kaum Luth, maka iapun berdialog dengan para malaikat Allah. Ibrahim tidak ingin memiliki ketaatan yang buta, namun memberikan keteladanan kepada kita agar selalu memiliki ketaatan yang dilandasi oleh pemahaman, pengetahuan dan kejelasan. Nabi Ibrahim harus memiliki keyakinan dalam dirinya, sehingga ia akan mampu memberikan hujjah yang tepat. Untuk itulah ia bertanya dan menyatakan pandangan kepada malaikat Allah mengenai kaum Luth.
2. Keberanian menyatakan pandangan
Para aktivis dakwah juga harus memiliki keberanian untuk menyatakan pandangan agar mendapatkan kejelasan dalam melaksanakan tugas dakwah. Walaupun berhadapan dengan perintah Allah, namun tidak menghalangi Nabi Ibrahim As untuk bertanya dan menyatakan pandangan dalam rangka mendapatkan kejelasan. Nabi Ibrahim memberikan contoh keberanian dalam menyatakan pandangan, bukan untuk menolak ketetatpan Allah, namun untuk mendapatkan kejelasan.
Aktivis dakwah tidak layak menyimpan ketakutan atau keengganan menyatakan pandangan yang konstruktif bagi gerakan dakwah. Tentu saja harus disertai dengan etika, dan mengerti mekanisme serta saluran komunikasi struktural dalam organisasi dakwah. Apabila ketaatan dibangun diatas landasan pemahaman, maka dakwah akan kokoh dan gerakan dakwah akan solid. Sebagaimana rangkaian arkanul bai’ah yang disusun oleh Hasan Al Banna, yang menempatkan kepahaman pada rukun pertama, ketaatan pada rukun keenam, serta tsiqah pada rukun kesepuluh.
Kita juga bisa merujuk kepada kisah Nabi Ibrahim yang meminta kepada Allah untuk menunjukkan kepadanya bagaimana Allah menghidupkan makhluk yang telah mati, sebagaimana diabadikan dalam surat Al Baqarah ayat 260. Kisah-kisah semacam ini semakin menguatkan pemahaman, bahwa Al Qur’an mengarahkan kita untuk berani menyatakan argumen untuk mendapatkan kejelasan.
3. Qiyadah harus berjiwa besar untuk menerima pandangan
Dalam organisasi dakwah, para qiyadah harus menyediakan kelapangan jiwa untuk menerima pandangan, pendapat, argumen dari para aktivis. Para qiyadah harus memberikan ruangan yang memadai dan proporsional bagi munculnya pertanyaan dan pandangan dari para aktivis. Sikap ini justru akan semakin memberikan penguatan posisi dan menambah penghormatan kepada para qiyadah, karena berbagai pandangan para aktivis bisa tersalurkan.
Allah Ta’ala tidak menyalahkan atau mencela Nabi Ibrahim As atas pertanyaan dan pandangan yang disampaikan, bahkan dalam ayat tersebut Allah memberikan pujian terhadap beliau As, “Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah”. Oleh karena itu, para qiyadah dituntut untuk memiliki jiwa besar dalam berinteraksi dengan para aktivis dakwah dan masyarakat pada umumnya, untuk menerima pandangan dengan tulus.
4. Taat kepada ketentuan Allah
Ketika pandangan sudah disampaikan, bukan berarti keputusan akhir harus selalu sesuai dengan pandangan tersebut. Karena dalam organisasi dakwah, ada sangat banyak aktivis yang masing-masing membawa argumen. Tidak mungkin semua pandangan tersebut akan diambil sebagai keputusan akhir. Setelah berbagai pandangan dikumpulkan, maka apapun keputusan akhirnya harus ditaati dan dilaksanakan bersama.
Allah Ta’ala menegaskan kepada Nabi Ibrahim agar menghentikan dialog itu, karena Allah telah memberikan waktu yang cukup bagi kaum Luth namun mereka tidak mau kembali kepada kebenaran. Maka adzab Allah akan ditimpakan kepada kaum Luth sebagai balasan atas kezaliman dan keingkaran mereka. “Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak”.
Pada akhirnya Ibrahim tunduk dan taat secara mutlak kepada ketentuan Allah dengan penuh kerelaan. Demikian pula para aktivis dakwah harus tunduk kepada ketentuan Allah. Dalam beramal jama’i, para aktivis harus tunduk kepada keputusan jama’ah, walaupun keputusan jama’ah itu tidak sesuai dengan pendapat dan pandangan pribadinya. Karena tidak mungkin seluruh pendapat dan pandangan dari para aktivis akan dijadikan sebagai keputusan akhir, pasti ada pendapat dan pandangan yang tidak terakomodir.
Jika pandangannya tidak terakomodasi dalam keputusan organisasi, tidak layak para aktivis menolak untuk mengikuti hasil keputusan dengan alasan, “itu bukan pendapat saya”, atau “saya sudah memberi pendapat tetapi tidak digunakan”, atau “sia-sia saja saya memberi pendapat, ternyata tidak digunakan untuk mengambil keputusan”.
Wallahu a’lam bish shawab.
___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar