Kamis, 03 Januari 2013

"Sakjane Gusti Allah niku adil mboten?" | Kolom Musyafa Ahmad Rahim










Musyafa Ahmad Rahim

Ketua Kaderisasi DPP PKS





"Sakjane Gusti Niku Adil mBoten?"



Alkisah, suatu hari Nabi Daud AS kedatangan seorang tamu, seorang janda yang nangis tersedu-sedu. Dengan emosi dan perasaan yang campur aduk, sang perempuan itu berkata: (bahasa jawanya): “Gusti Allah niku sakjane Adil nopo mboten?”. (Allah SWT itu sebenarnya adil atau tidak sih?)



Nabi Daud: “Memangnya kenapa bu? Kok datang-datang, dengan penuh emosi dan perasaan berkata begitu?”



Perempuan: “Bagaimana aku tidak mempertanyakan, lha aku ini seorang janda, miskin, bahkan sangat miskin, mengasuh tiga anak, ketiga-tiganya perempuan, tidak bisa bekerja, kecuai hanya bisa menenun kain ala kadarnya. Sudah berhari-hari aku menenun kain, setelah berhasil menyelesaikan kain tenun yang tidak seberapa, dengan penuh harapan kepada Allah, aku bawa kain tenun itu ke pasar, dengan maksud hendak menjual kain tenun itu, e e e, tiba-tiba datang burung dan langsung menyambar kain tenun saya, ia ambil kain tenun itu dan dibawanya kabur entah ke mana. Pertama saya marah kepada burung itu, tapi apa yang bisa saya perbuat terhadapnya?! Lalu aku pun terduduk lemas, menangisi dan meratapi nasib yang begitu berat. Sudah beberapa hari ini aku menangis. Sampai akhirnya aku teringat nabiyallah, nabi Daud AS, maka aku datang ke sini, hendak menumpahkan seluruh rasa dan perasaanku kepada nabiyallah, semoga rasa dan perasaan ku ini juga nabiyullah sampaikan kepada Allah SWT, itulah kisahku wahai nabi Allah, sebab aku tidak tahu lagi bagaimana aku harus menghidupi tiga putriku”.



Di saat bersamaan tiba-tiba Nabi Daud kedatangan rombongan pedagang. Semua ada 10 orang. Lalu dengan tergopoh-gopoh masing-masing pedagang menyerahkan menyerahkan 100 dinar. Mereka berkata: “Nabiyallah, uang ini adalah nadzar kami, sebab kami tidak tahu harus diberikan kepada siapa, maka kami serahkan semuanya kepada nabi Allah, dengan harapan, nabi Allah menyerahkannya kepada yang berhak menerimanya”.



Nabi Daud: “Memang apa yang terjadi, kok kalian bernadzar sedemikian besar?”



Lalu mereka pun bercerita bahwa mereka sedang berada di tengah lautan, tiba-tiba datang badai yang mengombang ambingkan kapal mereka, membenturkannya ke sana sini, sehingga kapal itu bocor dan mereka sangat kuatir bahwa kapal mereka akan karam. Tiba-tiba datang seekor burung yang membawa segulung kain tenun dan menjatuhkannya kepada kami, maka dengan kain itu kami berhasil menambal kebocoran yang ada, dan tidak lama setelah itu badai reda, maka kami sepakat bernadzar akan memberikan uang masing-masing 100 dinar. Karena kami tidak tahu harus diserahkan kepada siapa, maka kami menyerahkannya kepada nabi Daud AS”.



Maka Nabi Daud AS berkata kepada perempuan itu: “Wahai hamba Allah, Allah SWT menghargai kain tenunmu dengan harga seribu dinar, lalu kamu katakan Allah SWT tidak adil? Ambil 1000 dinar ini, dan pergunakan untuk menafkahi anak-anak dan dirimu!”.



***



Ikhwati fillah…



Allah SWT menurunkan cobaan kepada kita dengan ha-hal yang membawa kebaikan bagi kita, namun, sayangnya, kita sering menduganya dengan kebalikannya.



Kalau saja bukan karena bala’ yang menimpa, mungkin nabi Yusuf AS menjadi anak manja disisi orang tua dan saudara-saudaranya.



Oleh karena itu, yakinlah bahwa ada banyak kebaikan menunggu kita di balik suatu bala’ atau musibah yang menimpa kita, asalan kita bersabar…



Ya Allah .. tumpahkan kepada kami kesabaran yang melimpah…





catatan:



Tentang “keshahihan” “alkisah” ini, kesimpulan dari Jawaban Syekh Shalah Al-Munajjid adalah sebagai berikut:



Alhamdulillah, kami tidak menemukan jejak hikayat ini dalam kitab-kitab para ulama. Kami pun tidak menemukan sanad atasnya, oleh karena itu, kami tidak mengetahui hakekat urusannya dan sumbernya.

Ala kulli hal, hikayat ini bisa diriwayatkan tanpa dinyatakan benar dan tanpa dinyatakan bohong, kemungkinan besar dari israiliyyat yang kita diperbolehkan meriwayatkan dengan tanpa memastikan kebenaran kejadiannya.



Dan jika seseorang yang menceritakan “alkisah” ini bermaksud hendak mengatakan kepada publik bahwa Allah SWT Maha Mampu mendatangkan kebaikan bagi seorang mukmin dari arah yang tidak diduga-duga dan bahkan dari tempat di mana manusia menduga keburukan ada di situ. Kalau yang dimaksud adalah makna ini, maka, makna ini adalah makna yang shahih. Dan makna ini dibenarkan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits. Diantaranya Q.S. Al-Baqarah: 216, Q.S. An-Nisa’: 19



Juga hadits Rasulullah SAW:



عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ (رواه مسلم



Menakjubkan sekali urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya baik baginya, dan hal ini tidak terjadi kecuali pada seorang beriman, jika ia tertimpa sesuatu yang menyenangkan, maka ia bersyukur, maka hal ini terbaik baginya, dan jika ia tertimba sesuatu yang menyulitkan, maka ia bersabar,maka hal ini terbaik baginya (H.R. Muslim, no. 2999).



Oleh karena itu, seorang mukmin berkewajiban untuk ridha kepada qadha’ dan qadar Allah dan beriman bahwa Allah SWT tidak mentakdirkan baginya kecuali kebaikan baginya”. Wallahu a’lam.







___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar